• The Indonesian Iron & steel
    Industry Association
Member Area
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Visi & Misi
    • Sejarah
    • Organisasi
    • Program Utama
  • Anggota
  • Informasi
    • Berita
    • Presentasi
    • Publikasi
    • Galeri Baja
  • Kegiatan
    • Acara Mendatang
    • Acara Terdahulu
  • Sponsor
  • Kontak
  • Katalog Baja
  • Monitoring Ekspor/Impor
  • Event ISSEI
  • Event ISSEI
  • Beranda
  • Berita
  • Perlindungan Pasar Dalam Negeri melalui Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping atas Produk HRC “Paduan” dari RRT
Market 24 September 2020

Perlindungan Pasar Dalam Negeri melalui Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping atas Produk HRC “Paduan” dari RRT

Perlindungan Pasar Dalam Negeri melalui Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping atas Produk HRC “Paduan” dari RRT

Industri baja memiliki posisi strategis bagi kemajuan ekonomi nasional di suatu negara. Negara-negara besar dan kuat baik dari aspek ekonomi maupun pertahanan pasti memiliki fundamental industri baja yang juga kuat. Hal tersebut semakin menegaskan posisi industri baja sebagai induk industri (mother of industry) yang memberikan efek ganda (multiplier effect) bagi sektor-sektor industri lainnya baik industri input (hulu) maupun industri penggunanya (hilir). 

Perkembangan industri baja di Indonesia sendiri saat ini masih belum menggembirakan. Industri baja nasional belum mampu keluar dari kondisi yang memprihatinkan akibat penurunan pangsa pasar yang terus terjadi karena tergerus oleh produk impor. Tingginya jumlah importasi produk baja yang telah menggantikan produk baja domestik, selain berimbas kepada defisit neraca perdagangan yang semakin besar—komoditas impor terbesar ke-3 tahun 2019—juga secara langsung menyebabkan rendahnya utilisasi kapasitas produksi serta semakin lemahnya daya saing industri baja nasional. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, volume seluruh importasi besi dan baja yang mencakup produk Hot Rolled Coil/Plate (HRC/P), Cold Rolled Coil (CRC), Wire Rod (WR), Bar, Section dan Coated Sheet pada tahun 2019 tercatat sebesar 7 juta ton, dengan sebanyak 2,7 juta ton merupakan baja paduan. Jumlah seluruh impor tersebut mengalami peningkatan sebesar 11,2% dibandingkan dengan tahun 2018 dan mengalami tren kenaikan yang simultan sejak tahun 2015 dengan total kenaikan sebesar 35% (Gambar 1).

Gambar 1 Tren Peningkatan Importasi Baja 2015-2019

Salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan importasi produk baja adalah melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 tahun 2018 (Permendag 110/2018)  tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2020 (Permendag 03/2020) serta dengan menetapkan tarif bea masuk umum/most favoured nation (MFN) bagi produk baja impor yang masuk ke Indonesia. Amerika Serikat bahkan telah menaikkan tarif MFN akibat perang dagang yang terjadi dengan Tiongkok hingga 25% sebagai upaya perlindungan atas banyaknya produk impor Tiongkok yang masuk ke Amerika Serikat. Seperti halnya Amerika Serikat, Indonesia sesungguhnya telah melakukan harmonisasi tarif bea masuk MFN untuk produk baja pada tahun 2015. Harmonisasi tarif MFN yang ditetapkan oleh pemerintah bertujuan untuk mengurangi importasi produk baja yang masuk ke dalam negeri. Namun, pada kenyataannya, tarif bea masuk umum/MFN yang berlaku saat ini kurang efektif untuk membendung produk baja impor karena adanya kerja sama perdagangan/Free Trade Agreement (FTA) dengan negara-negara produsen baja besar dunia seperti halnya Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Korea dan ASEAN yang membuat tarif MFN tereduksi bahkan sampai dengan 0%. Sebagai contoh, tarif bea masuk MFN untuk produk HRC/P (HS 7208) dari RRT adalah sebesar 15%, namun bea masuk ini mendapatkan tarif preferensial sehingga tereduksi menjadi 0% akibat ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). 

Khusus untuk RRT, selain permasalahan tarif bea masuk MFN di atas, terdapat aspek lain yang perlu menjadi perhatian. Telah diketahui bersama bahwa RRT merupakan negara dengan kapasitas produksi baja mentah terbesar di dunia hingga mencapai 1,15 milyar ton dengan jumlah produksi crude steel pada tahun 2019 sebesar 996,3 juta ton atau 53% dari total produksi dunia pada tahun 2019. Dari jumlah produksi tersebut diperkirakan 69 juta ton diekspor ke negara lain, terutama ke pasar Asia Tenggara dan khususnya ke Indonesia. Berdasarkan informasi langsung dari berbagai sumber seperti Ministry of Finance of the People’s Republic of China dan beberapa lembaga riset/analisa pasar seperti Worldsteel dan Kallanish, kegiatan ekspor ini mendapatkan dukungan Pemerintah RRT dalam bentuk potongan bea ekspor dan pemberian export rebate, khususnya ekspor baja bernilai tambah tinggi (high value-added alloy steel). Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mengurangi kelebihan pasokan baja dalam negeri Tiongkok (Tabel 1).

Tabel 1 Persentase Export Rebate dari Pemerintah RRT

 

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, pemberian export rebate sebesar 9-13% merupakan penyebab utama harga produk impor dari RRT yang masuk ke Indonesia sangat murah, di samping adanya indikasi dumping dan subsidi. Selain itu, kebijakan pemerintah RRT tersebut ternyata juga dimanfaatkan oleh para eksportir dan produsen baja RRT ataupun importir domestik di Indonesia untuk dapat meraih keuntungan semaksimal mungkin dengan melakukan berbagai cara penyimpangan seperti halnya circumvention atau pengalihan pos tarif. Praktik circumvention dilakukan dengan menambahkan satu atau lebih unsur paduan seperti boron atau kromium dengan kadar minimal tertentu, sehingga produk baja tersebut secara pos tarif dapat dikategorikan sebagai baja paduan/alloy steel walaupun karakteristik, sifat, dan kegunaan baja paduan tersebut tidak berbeda dengan baja karbon yang diproduksi oleh produsen domestik. Praktik importasi dengan cara unfair melalui circumvention ini tidak hanya merugikan produsen baja dalam negeri, tetapi juga merugikan negara, karena importir baja paduan tidak membayar bea masuk (MFN/BMTP/BMAD) atau membayar bea masuk tetapi lebih rendah dari yang seharusnya. Melalui praktik circumvention, harga impor produk RRT menjadi jauh murah dibandingkan dengan produk domestik, sehingga akan mengancam eksistensi produsen baja nasional karena semakin tergerusnya pangsa pasar domestik yang dimiliki. 

Oleh karena itu, kebijakan trade remedies (anti-dumping, anti subsidi, safeguard) sangat dibutuhkan oleh industri baja nasional untuk melindungi pasar dalam negeri—khususnya dari importasi baja yang dilakukan melalui tindakan perdagangan yang tidak adil (unfair trade) seperti circumvention dan dumping—serta untuk mempertahankan eksistensi dari industri baja nasional. Sebagaimana negara ASEAN lainnya, Indonesia dipastikan akan menjadi negara tujuan ekspor baja dari RRT. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah perlindungan semaksimal mungkin bagi industri dalam negeri melalui berbagai kebijakan perdagangan seperti penetapan tarif bea masuk anti-dumping (BMAD). Pengenaan BMAD juga merupakan salah satu alat untuk mengurangi importasi sekaligus sebagai hukuman bagi para eksportir yang telah melakukan tindakan unfair trade. Dukungan penuh dari pemerintah melalui kebijakan dan regulasi yang berpihak kepada industri baja nasional sangat diperlukan, agar industri baja nasional dapat bertahan dalam menghadapi persaingan global yang sangat ketat khususnya dari berbagai praktik perdagagangan tidak adil. Dengan dukungan pemerintah tersebut, produsen baja nasional memiliki optimisme untuk mencapai tujuan dalam pemenuhan baja di pasar domestik guna menciptakan kemandirian industri serta masa depan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (TR/IAG/MR).

 

Kembali
Arsip
Arsip
  • Tampilkan Semua
  • 2024
  • 2023
  • 2022
  • 2021
  • 2020
  • 2025
Kategori
  • Environment
  • Policies
  • Technology
  • Investment
  • IBF Event
  • News Update
  • Event
background-img
Membership Only
Halaman ini hanya dapat diakses oleh anggota. Silakan hubungi admin untuk mendapatkan akses atau login untuk membaca selengkapnya.

Sudah menjadi member ? Masuk disini

The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA)

The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) adalah organisasi industri besi dan baja yang berupakan peleburan dari beberapa asosiasi besi dan baja dari hulu ke hilir dan setelah diresmikan pada tahun 2009.

Member Of
Quick Links
  • Sejarah IISIA
  • Sponsor
  • Acara Mendatang
  • Berita
  • Anggota
  • Kontak
  • Katalog Baja
  • Monitoring Ex-Im
Our Partners
  • SEASI
  • KADIN Indonesia
  • IPERINDO
  • REI
  • GAPEKSINDO
  • INKINDO
  • ASPEKNAS
IISIA News
Our Office
  • Gedung Krakatau Steel Lt 9 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 54 Jakarta Selatan 12950
  • 0811-8806-3300 (Whatsapp)
  • info@iisia.or.id, ironsteel.iisia@yahoo.co.id
2008 - 2025, All Rights Reserved.